KIBLAT
TANAH NEGERI
Naskah
Drama Panggung
Penulis
Gondhol Sumargiyono
Penyelaras
Sugita Hadi Supadma
M. Ahmad Jalidu
Perhatian !
Untuk menggunakan
naskah ini harap menghubungi
M. Ahmad Jalidu
08175486266
masjali@yahoo.com
KIBLAT TANAH NEGERI
KIBLAT TANAH NEGERI
Introduksi
Suasana :
tegang panas
Setting :
Rumah Ki Gedhe Lemah kuning (lampu merah)
Musik :
Sampak campur vocal + palaran
Waktu :
malam hari
Pelaku :
Ki gedhe lemah kuning
Palaran surat
dari Unggul Pawenang (dibarengi tarian)
Sabdha Jati, aja ngaku Hyang Sukma
Mara sowano mring reki
Najan leresa ing batin
Nanging luwih kaluputan
Wong wadheh ambuka wadi
Telenge bae pinulung
Pulungi tanpa ling-aling
Kurang waskitha ing cipta
Lunturing kanthi nugraha
Tan saben uwong nampani.
Ki Gedhe Lemah Kuning (murka)
Jangankan hanya delapan! Beribu-ribu sesepuh,
aku takkan sudi menghadap ke Unggul Pawenang. Aku bukan budak. Aku tidak sudi
diperintah. Sejak mentari menampakkan sinarnya aku sudah hidup di antara langit
dan bumi ini. Aku dan para sesepuh itu sama, hanya seonggok daging yang berupa
bangkai yang tidak lama lagi akan busuk. Menjadi tanah. Tapi hari ini kalian kumalungkung para sesepuh. Beraninya mengundang aku
yang sebenarnya sudah manunggal dengan Ywang Sukma. Ki Gedhe Lemah Kuning! (kepada
utusan) Pulanglah!
Utusan
Saya akan pulang dan Ki Gedhe
turut bersama saya.
Gajah Sora, Lembu Tanaya, dan Kebo Kenanga
Keparat!
Lancang!
Setan alas!
(Keitiganya menghajar dan mengusir utusan)
musik
pembuka beranjak kembali
LAMPU BERUBAH
ADEGAN
1
Suasana :
Pasewakan
Setting :
Unggul Pawenang
Musik :
Ladrang
Waktu :
Pagi hari
Nila
Ambara
Sinuwun, Unggul Pawenang saat ini diselimuti
kabut gelap, sinar rembulan takut menampakkan cahaya terang. Unggul Pawenang
tertutup awan hitam, sinuwun.
Panembahan
Purwa
Apa? Unggul Pawenang diselimuti kabut gelap?
Nila
Ambara
Benar sinuwun. Kabut itu semakin pekat seiring
tersebarnya ajaran Ki Gedhe Lemah Kuning. Apalagi, hamba mendengar kabar bahwa
Ki Gedhe Lemah Kuning ada dibelakang sepak terjang Kebo Kenanga. Banyak
pemuda-pemuda yang membangkang pemerintahan Unggul Pawenang karena tergiur
mengikuti ajaran Ki Gedhe Lemah Kuning.
Glathik
Pamikat
Ananda Sultan, memang benar adanya. Suramnya
bumi Unggul Pawenang ini disebabkan oleh Adhi Gedhe Lemah Kuning yang mampu
memikat rakyat lantaran ajarannya. Sekarang dia sudah jarang bersama kami,
manembah Sang Akarya Jagat di Lawang Kaswargan. Sungguh, ini di luar kebiasaan.
Panembahan
Purwa
Oh, Ki Ageng, Aku serasa terkunci di peti besi,
terkepung seeribu gunung. Pandanganku terhalang oleh tumpukan harta dan
kemewahan, hingga masalah sebesar ini tidak kuketahui.
Gagak
Rimang
KI Gedhe Lemah Kuning sudah medhar wewadining
jagat kepada kawula Unggul Pawenang. Kawula yang masih tabu akan hal itu,
sebab, alam pikiran dan angan-angan mereka masih dipenuhi rimbunnya semak
belukar yang lebat. Mereka tidak sepenuhnya memahami kawruh yang kawedhar.
Apakah nantinya justru tidak menjerumuskan dan merusak tatanan?
Nila
Ambara
Sinuwun, bagi saya, tanpa memandang ajarannya,
Ki Gedhe Lemah Kuning jelas-jelas sudah mengacaukan ketertiban negara. Saya
tidak boleh tinggal diam, Sinuwun.
Panembahan
Purwa
Lalu bagaimana menurut hemat Ki Ageng?
Bonang
Panuntun
Ya… Adhi Gedhe Lemah Kuning memang sudah
melangkah terlalu jauh. Kami berdelapan sudah berulang mengirimkan undangan,
tetapi setiap utusan selalu kembali dengan jawaban yang tidak memuaskan, Adhi
Gedhe Lemah Kuning tidak pernah bersedia sowan ke Unggul Pawenang.
(Panembahan
Purwa terdian beberapa saat)
Nila
Ambara
Maaf, Sinuwun. Keadaan ini semakin pelik
sinuwun. Sudah menjadi tanggung jawab saya atas ketentraman rakyat Unggul
Pawenang. Jika sinuwun berkenan, saya akan segera menyusul ke padhepokan Gedhe
Lemah Kuning. Akan saya jemput beliau, secara halus ataupun dengan paksa.
Jalak
Manitis
Nila Ambara! Jangan sampai yang keruh semakin
keruh. Kita sedang mencari jalan untuk menemukan kejernihan, Nila Ambara.
Sinuwun, rasanya itu juga menjadi tanggung jawab kami untuk mengingatkan Gedhe
Lemah Kuning. Untuk sementara beri kami waktu untuk berikhtiar lagi.
Nila
Ambara
Jangan bertaruh dengan waktu Ki Ageng!
Panembahan
Purwa
Nila Ambara! (membentak)
Nila
Ambara
Maaf, sinuwun.
(Wilutama
masuk)
Wilutama
Hamba menghadap, Sinuwun.
Panembahan
Purwa
Aku terima. Ada apa Wilutama?
Wilutama
Sinuwun, utusan Ki Ageng Glathik Pamikat sudah
kembali dan memohon ijin untuk menghadap Sampeyan Dalem.
Panembahan
Purwa
Baiklah. Segera persilakan dia masuk!
Wilutama
Sendika dhawuh, Sinuwun.
(Masuk
Kidang Tlangkas bersama Wilutama)
Wilutama
Sinuwun, beliau Kidang Tlangkas, yang baru saja
kembali dari padhepokan Ki Gedhe Lemah Kuning.
Panembahan
Purwa
Bagaimana Kidang Tlangkas? Apakah Gedhe Lemah
Kuning bersedia sowan ke Unggul Pawenang?
Kidang
Tlangkas
Maaf, Sinuwun, Ki Ageng Glathik Pamikat, Saya
tidak berhasil. Ki Gedhe Lemah Kuning menolak datang ke Unggul Pawenang. Dia
bahkan menyatakan diri telah manunggal dengan Ywang Sukma. Menyatu dengan
dengan Gusti Kang Akarya Jagat.
(Semua
terkejut).
Glathik
Pamikat
Celaka! Ini semakin mengkhawatirkan. Akan
semakin banyak orang yang mengaku Tuhan seperti halnya Ki Gedhe Lemah Kuning.
Bonang
Panuntun
Jika sudah begini, harus ada orang yang dapat
meluruskan dan mengajak Ki Gedhe Lemah Kuning datang ke Unggul Pawenang untuk
membahas masalah ini.
Podang
Binorehan
Kita harus berbuat sesuatu Ki Ageng. Jika perlu,
Kita yang datang langsung ke sana.
Nila
Ambara
Hari ini juga hamba bersedia menjemputnya, Sinuwun.
Jalak
Manitis
Sebentar Nila Ambara.
LAMPU BERUBAH
ADEGAN
2
Suasana :
Sidang Para sesepuh
Setting :
suatu tempat antah berantah
Musik :
mencekam
Waktu :
siang
Gagak
Rimang
Bahayanya adalah jika para pengikut itu tidak
mampu memahami dengan benar. Ini menjadi seperti ajaran yang sesat.
Glathik
Pamikat
Aku setuju dengan pendapatmu, adhi Gagak Rimang.
Akan sangat mengkhawatirkan apabila wewadining jagat, kawruh jatining urip lan
kawruh sangkan paraning dumadi kawedhar untuk sembarang orang. Padahal, tiap
orang belum pasti mampu menerima ajaran itu.
Jalak
Manitis
Maaf, Ki Ageng, apalah gunanya mempersulit diri
untuk mendapatkan ilmu. Tidak dapat dinafikan, ajaran itu sudah semestinya
diketahui dan dipahami oleh mereka yang manembah kepada Gusti Kang Akarya Jagat.
Bonang
Panuntun
Benar, Jalak Manitis. Memang benar. Namun untuk
dapat menerima kawruh itu, bukanlah tanpa syarat. Sungguh, itu merupakan
anugerah bagi mereka yang sudah mendapat hidayah. Tidak dapat diajarkan begitu
saja seperti halnya ilmu wadag. Jika si penerima tidak kuat, justru akan
kehilangan kiblat.
Podang
Binorehan
Benar. Sebab ilmu yang diajarkan Ki Gedhe Lemah
Kuning dapat menjadikan orang salah paham. Dia medhar kawruh, bahwa
sesungguhnya kehidupan manusia di dunia ini ada karena kawruh budi, bukan dari
Riptaning Gusti kang Murbeng Dumadi. Itu bisa ditafsirkan secara mentah,
Sehingga akhirnya para pengikut itu tidak lagi manembah kepada sang Khaliq.
Lupa kewajibannya. Apa keadaan seperti itu masih bisa membuat kita diam
menunggu?
Gagak
Rimang
Mereka akan menghilangkan syariat. Sungguh
kerusakan yang parah.
Podang
Binorehan
Di kemudian hari, murid-muridnya pasti akan
lebih berani melanggar syariat. Yang haq dikatakan batil, dan yang batil
dikatakan Haq. Halal dibilang haram dan sebaliknya. Peradaban akan hancur.
Jalak
Manitis
Tetapi selama ini kita hanya mendengar. Kita
belum benar-benar menyaksikan apakah ajaran itu benar-benar menyebabkan
kerusakan negara?
Podhang
Binorehan
Jalak Manitis! Apa kamu tidak mendengar Nila
Ambara sudah matur bahwa Gedhe Lemah Kuning juga ada di balik sepak terjang
Kebo Kenanga. Itu bukti pengaruh buruk ajaran Gedhe Lemah Kuning.
Glathik
Pamikat
Ki Gedhe Lemah Kuning juga mengajarkan, bahwa
manusia yang lahir ke dunia ini sebenarnya hidup dalam kematian. Bumi yang
dipijak ini dianggapnya alam kubur. Ini benar-benar akan merusak syariat!
Gagak
Rimang
Bagi mereka yang dangkal pemahamannya, lalu
ambil enaknya saja, menyimpang dari ketetapan syariat. Mereka tidak butuh
manembah marang Gusti, sebab anggapan mereka, kini telah ada di alam kubur.
Bonang
Panuntun
Ya, benar. Mereka yang masih awam justru akan
begitu mudah melanggar syariat, tidak mau lagi manembah Gusti di Lawang
Kaswargan. Meniru perilaku Ki Gedhe Lemah Kuning. Padahal jika diibaratkan
jalma itu buta, bisu, tuli, sebenarnya tingkah laku itu datang dari Hyang
Manon. Bukankah di dalam Jitabsara sudah ditegaskan, bahwa diciptakannya
manusia di dunia ini hanyalah untuk ngabekti marang Gusti. Bila seperti ini,
lalu bagaimana jadinya?
Jalak
Manitis
Lalu untuk apa pohon besar yang rimbun dan lebat
jika buahnya tidak dapat dipetik dan dinikmati orang? Itu tidak bermanfaat.
Juga apa gunanya pohon yang rindang, jika tidak mampu memberikan keteduhan bagi
orang yang singgah di bawahnya?
Podhang
Binorehan
Adhi Jalak Manitis! Belum saatnya kawula di
Unggul Pwenang menerima kawruh tersebut. Walaupun benar adanya, tapi
sesungguhnya salah bila kawruh itu kawedhar. Sebab akan berakibat fatal bagi
mereka yang benar-benar belum siap menerimanya. Lalu, akan menggiring mereka
keluar dari tuntunan Jamus Kalimasada. Apakah satu cawan kecil dapat menampung
air sebelanga? Bila saat ini baru ada cawan, isi saja cawan itu hingga penuh.
Tidak lebih.
Jalak
Manitis
Apakah kita ini tidak berbeda dengan manusia
lain Ki Ageng? Kita sama-sama manusia. Jika kita mampu, mestinya semua orang
juga mampu. Gedhe Lemah Kuning memang telah sampai pada tahap makrifat, setelah
melalui syariat, hakikat, dan tarekat.
Podang
Binorehan
Tetapi murid-murid dan pengikutnya tidak bisa
langsung menerima makrifat.
Jalak
Manitis
Saya kira Gedhe Lemah Kuning juga tahu bagaimana
mengajarkan ilmu pada muridnya. Jika Gusti yang dia sembah sama dengan Gusti
yang kita sembah. Mestinya juga sama-sama bertujuan kemaslahatan bersama.
Sama-sama guru, boleh saja berbeda cara mengajar.
Podang
Binorehan
Adhi Jalak Manitis! Kamu membela Gedhe Lemah
Kuning!
Jalak
Manitis
Saya hanya berusaha Khusnudzon Ki Ageng. Saya
takut kekhawatiran kita berkembang menjadi kedengkian. Ki Ageng sendiri yang
mengajarkan untuk berbaik sangka. Kenapa Ki Ageng berbalik.
Podang
Binorehan
Jalak Manitis! Sebenarnya apa kehendakmu?
Semua
serentak
Ki Ageng! Sabar!... sabar…
Jalak
Manitis
Saya hanya tidak ingin, menyelesaikan kerusakan
dengan kerusakan.
Bonang
Panuntun
Dan kita hampir saja ikut-ikutan rusak Jalak
Manitis. Sabar…
Gagak
Rimang
Lebih baik, kita menyusul ke sana dan berusaha membujuknya. Jika Nila
Ambara sudah berangkat, saya khawatir keadaanya menjadi semrawut. Nila Ambara
itu senopati, jangan sampai dia menggunakan cara-cara keprajuritan.
Podang
Binorehan
Jika itu memang jalan satu-satunya kenapa tidak.
Yang saya khawatirkan adalah Nila Ambara belum tentu mampu menghadapai kekuatan
Gedhe Lemah Kuning.
Jalak
Manitis
Maaf, Ki Ageng. Jika
seperti itu yang ada di pikiran Ki Ageng, saya tidak setuju. Lebih baik saya berangkat sendiri…
Semua
Jalak Manitis!
LAMPU BERUBAH
ADEGAN
3
Suasana :
Ki Gedhe Lemah Kuning medhar kawruh
Setting :
Padhepokan Gedhe Lemah Kuning
Musik :
Waktu :
Sore Hari
Pelaku :
Gedhe Lemah Kuning, Gajah Sora, Kebo Kenanga, Lembu Tanaya dan murid-murid.
Gedhe
Lemah Kuning
Camkanlah murid-muridku. Sesungguhnya bumi yang
kita pijak ini adalah alam kubur. Di alam kubur, manusia masih juga gemar menumpuk harta dan segala yang tidak
akan dibawanya kelak di alam kelanggengan, alam setelah kematian. Akibatnya,
mereka menafikan keberadaan hidup yang sejati.
Gajah
Sora
Maaf, guru. Dahulu pernah kau katakan. Manusia
diturunkan ke alam padhang ini hanyalah layaknya bangkai, belum berujud manusia
sejati.
Gedhe
Lemah Kuning
Di alam padhang ini, manusia hanya menunggu
saatnya maut menjemput. Manusia dilahirkan, hidup dan tumbuh, dan akhirnya
hanya akan mati.
Lembu
Tanaya
Guru. Jika ada manusia yang menginginkan hidup
langgeng, bagaimanakah caranya?
Gedhe
Lemah Kuning
Bila ada manusia yang punya keinginan untuk
mendapatkan hidup abadi, dia harus memiliki ilmu kamukswan. Tapi apalah
gunanya? Punya umur panjang, tapi tidak bisa sumarah, berserah diri kepada
gusti. Tidak bisa hidup dengan ikhlas. Apalagi, wadhagnya akan kasat mata.
Kebo
Kenanga
Lalu bagaimana seharusnya manusia hidup itu, Guru?
Gedhe
Lemah Kuning
Manusia hidup harus berani mati. Bukan
keterpaksaan mati seperti halnya manusia kebanyakan. Manusia harus mencari
jalan kematian menurut kehendaknya sendiri. Bukan kematian yang disebabkan oleh
sesuatu apapun, kecuali kehendaknya sendiri.
Kebo
Kenanga
Mati oleh kehendaknya sendiri? Wah.. aku belum
mengerti, Guru.
Gedhe
Lemah Kuning
Kebo Kenanga, Manusia yang disebut mati atas
kehendaknya sendiri adalah manusia yang dapat mengembalikan hutang-hutang
selama hidupnya. Ialah dari apa saja yang telah dipinjamkan Gusti kepadanya, di
antaranya badan wadhag dan nyawanya.
Lembu
Tanaya
Jika begitu, manusia harus membayar
hutang-hutang tersebut? Apa maksudnya, Guru?
Gedhe
Lemah Kuning
Lembu Tanaya, badan wadhag atau raga harus
kembali ke tanah, atas kehendak sendiri. Yang berasal dari air harus kembali
menjadi air, dari udara menjadi udara, dari api menjadi api, dan roh kembali ke
alam kamukswan. Yang tinggal hanya pribadinya sendiri.
Gajah
Sora
Pribadinya sendiri? Apa artinya?
Gedhe
Lemah Kuning
Wujud Pribadi itu sesungguhnya wujud kehidupan
sejati. Wujud yang manunggal dengan Gusti. Pribadi manusia itu sesungguhnya
manunggal klawan Ywang Sukma.
Kebo
Kenanga
Bagaimana caranya mencari hidup sejati yang
kaumaksudkan itu, Guru?
Gedhe
Lemah Kuning
Dengan cara beribadah, manembah marang Gusti Kang
Akarya Jagat.
Gajah
Sora
Beribadah itu bagaimana Guru? Apakah harus di Lawang
Kaswargan seperti orang kebanyakan?
Gedhe
Lemah Kuning
Ibadah berangkat dari getaran kalbu. Hasrat dari
wujud pribadinya. Dan ibadah itu tidak harus dilakukan di Lawang Kaswargan.
Mencangkul sawah itu ibadah. Bercocok tanam itu bagian dari ibadah. Manembah
marang Gusti. Bila dengan bersujud di Lawang Kaswargan sudah merasa dirinya
manembah marang Gusti, namun perilakunya tidak mematuhi tatanan, melanggar hukum
yang ada, merugikan sesama, itu sama dengan orang merugi.
(Nila
Ambara Masuk. Para Prajurit menunggu di luar)
Nila
Ambara
Kakang Gedhe Lemah Kuning…
Gedhe
Lemah Kuning
Oh… Adhi Nila Ambara, silakan masuk. Ada perlu apakah gerangan
hingga Adhi datang ke padhepokanku ini?
Nila
Ambara
Maaf, kakang Gedhe Lemah Kuning, Aku diutus oleh
para sesepuh dan sinuwun Panembahan Purwa…
Gedhe
Lemah Kuning
Pastinya kau diperintah untuk membawaku sowan
menghadap ke Unggul Pawenang. Benar Bukan?
Nila
Ambara
Benar, Kakang. Mengapa Kakang menyebarkan ajaran
yang belum saatnya diterima kawula di Unggul Pawenang?
Kebo
Kenanga
Kakang Nila Ambara! Ki Gedhe Lemah Kuning tidak
pernah mencari murid. Bukan sumur lumaku tinimba. Justru para kawula sangat
ingin mendapatkan ilmu darinya. Kami ibarat semut yang mencari gula.
Lembu
Tanaya
Mengapa pula para sesepuh dan Panembahan Purwa
melarang orang menuruti hasrat hatinya sendiri. Hasrat hati adalah milik
pribadi yang merdeka.
Gajah
Sora
Langit dan bumi bukanlah milik sinuwun
Panembahan Purwa. Semua isi langit bumi dan seluruh ilmu adalah milik Gusti
untuk semua titahnya. Tidak ada yang berhak mengusainya sendiri.
Nila
Ambara
Tapi Kakang Gedhe Lemah Kuning telah merusak
ketentraman negara dengan kawruh yang diajarkannya. Atas dasar apa kakang Gedhe
Lemah Kuning berani medhar wewadining jagat-sejatining urip.
Kebo
kenanga
Kakang, cobalah kaupikirkan dan kaurasakan
sungguh-sungguh! Di dadamu sebenarnya sudah tertanam kawruh seperti yang telah
diajarkan oleh Guru. Cobalah sekali lagi! Jika Kakang bersedia membaca suratan
yang tertulis di dasar hati, sudah tentu kau akan tanggap sasmitaning gaib. Dan
kau pasti akan mengerti apa yang disebut kehidupan sejati. Gesang kang Sejati!
Nila
Ambara
Gesang sejati itu hidup sebagai titah dan
khalifah yang tunduk pada Gusti. Gesang sejati itu keseimbangan kaswargan dan
kadonyan. Manembah Gusti dengan tertib tuma’ninah. Bukan menjadi Gusti bagi
dirinya sendiri.
Gajah
Sora
Tetapi…
Nila
Ambara
Sekali lagi aku tegaskan! Gedhe Lemah Kuning
telah melanggar tatanan syariat! Oleh sebab itu, mau tidak mau harus ikut aku
menjelaskan hal ini ke Unggul Pawenang.
Gedhe
Lemah Kuning
Aku tidak akan datang ke Unggul Pawenang! Tidak
ada yang dapat dan boleh memerintahku. Aku bukan budak siapapun. Aku adalah
utusan diri pribadiku. Hanya perintah pribadi sejati ini yang akan kuturuti.
Pulanglah Nila Ambara.
Nila
Ambara
Apa perlu kuulangi? Nila Ambara datang untuk
menjemput Gedhe Lemah Kuning sowan ke Unggul Pawenang…
Lembu
Tanaya
Dasar! Tamu tak tahu diri! (menghantam Nila
Ambara…)
(Peperangan
prajurit Nila Ambara dan murid padhepokan Gedhe Lemah Kuning tak terhindarkan…)
ADEGAN
4
Para sesepuh datang menghentikan peperangan
Jalak
Manitis
Hentikan! Nila Ambara, tarik prajuritmu! Ini
urusan para sesepuh dengan Adhiku Gedhe Lemah Kuning.
Gedhe
Lemah Kuning
Salam hormatku para sesepuh. Ketahuilah, bukan
kami yang menginginkan ini.
Podang
Binorehan
Adhi Gedhe, Surya telah mulai merangkak ke
barat. Sebentar lagi hari akan gelap. Jangan kau lanjutkan keinginanmu.
Gedhe
Lemah Kuning.
Keinginan yang mana? Aku sekedar menuruti
kehausan mereka pada ilmu kehidupan. Dan bukankah ilmu kehidupan laksana air
bagi seluruh kehidupan.
Bonang
Panuntun
Aku paham keinginanmu, Dhi. Tapi ilmu itu belum
semestinya diajarkan pada kawula Unggul Pawenang untuk saat ini.
Gedhe
Lemah Kuning
Ki Ageng, untuk apa mempersulit ilmu? Bukankah
Ki Ageng sendiri juga merasa keberadaan kita adalah sebagai pancuran yang
mengucurkan kawruh dari sendang kasejaten?
Podang
Binorehan
Tapi bukan dengan mengajar sembarang kawruh!
Jangan main gebyah uyah! Mereka belum mampu! Langkahmu itu bisa-bisa
melenyapkan syariat! Tanpa syariat, hakikat itu sesat Dhi!
Gedhe
Lemah Kuning
Bukankah ajaranmu isinya syariat! Lalu kenapa
khawatir kehilangan syariat! Kita sama-sama punya murid. Kenapa tidak biarkan
saja para kawula memilih dengan merdeka ajaranku atau ajaran Ki Ageng. Kenapa
tidak berani?!
Podang
Binorehan
Lemah Kuning!
Jalak
Manitis
Adhi Gedhe Lemah Kuning…
Marilah Dhi, kedatangan kami adalah untuk
berdamai dan mengajakmu turut bersama kami. Saling anyamlah sebab kita menjadi
payung keselamatan jalan kawula, Dhi.
Gedhe
Lemah Kuning
Kakang Jalak Manitis, aku paham maksudmu, tapi
jalan kita memang sudah berbeda.
Jalak
Manitis
Kamu menyebut Gusti yang sama dengan yang aku
sebut. Mestinya sama Dhi… Kita tidak sebodoh ini, membiarkan anyaman tecabik,
hingga koyak dan tak mampu lagi menjadi payung peneduh… kita bicara dan
menyatukan hati serta langkah. Ajaran kita tak mengajarkan kerusakan…
Gedhe
Lemah Kuning
Kita berbeda Kakang. Ajaranku juga tidak ingin
merusak. Tapi …
Jalak
Manitis
Bukalah hatimu, Dhi… pandanglah aku… kita tidak
berbeda.
Masih ada samudra waktu untuk berbenah dengan
qonaah dan hati yang ramah.
Gedhe Lemah Kuning
Terima kasih Kakang… Aku hormat padamu. Tapi
biarlah aku tetap seperti ini. Tak ada gunanya berubah. Aku sudah sampai pada
apa yang kuinginkan. Aku hidup manembah pada Gustiku, dan telah manunggal dalam
diriku. Aku kini hanyalah mati di dalam hidup. Tak bisa lagi diusik.
Jalak
Manitis
Dhi, kamu hidup di alam
hidup Dhi. (dengan nada haru yang dalam)
Podang
Binorehan
Oo… Jadi kamu sudah bisa hidup di dalam mati,
mati dalam hidup?
Gedhe
Lemah Kuning
Bisa.
Podang
Binorehan
Seperti apa? Yang mati tak akan berbuat apa-apa.
Tak ada takut, eman dan tak pula berkehendak lagi. Apa kamu juga bisa?
Gedhe
Lemah Kuning
Bisa! Dan kali inipun akan kutinggalkan semua.
Mustahil aku takut. Sehelai rambut terbelah sejuta, tiada gentar menghadapi maut.
Meski jiwa raga bercampur tanah dengan bumi menyatu. Aku takkan menghindar.
Takdir tiada kenal mundur yang menguasai segala kejadian. Orang mati tiada
merasa sakit, yang merasa sakit itu hidup yang ada di dalam raga. Bila tugas
jiwa telah tunai, maka alam Aning Anung tempat kembalinya. Alam yang tentram
dan bahagia. Aman damai sejahtera. Selamanya tiada ketakutan terhadap bahaya.
Kehendak pribadiku…
Mengembalikan segala yang dari Gustiku…
Kutinggalkan alam raga
Pribadiku, kembali pada Ywang Mukswaku…
MUKSWA
The End of SELESAI…
Musik
dan tarian penutup.
Penonton
bersorak tanpa beranjak, berharap keindahan tak pernah usai…
Hepi besdey UNY.
Semoga semakin tua bijaknya, dan semakin muda
gesitnya.
0 comments:
Post a Comment